'/> Sejarah Perkembangan Filologi

Info Populer 2022

Sejarah Perkembangan Filologi

Sejarah Perkembangan Filologi
Sejarah Perkembangan Filologi
A. Pengertian Filologi
Kita ketahui bahwa sejarah perjalanan umat insan telah dimulai semenjak lama, secara niscaya tidak. Diketahui berapa ribu atau berapa juta tahun yang kemudian umur sejarah insan di muka bumi ini dimulai. Bukti-bukti sejarah kehidupan insan di masa lampau itu sanggup kita temukan di masa kini.
Banyak peninggalan nenek moyang yang bisa kita jumpai, baik dalam bentuk benda fisik menyerupai candi, prasasti, senjata, alat-alat rumah tangga, atau naskah, maupun dalam bentuk nonfisik menyerupai tradisi, budaya, contoh pikir, dan sejenisnya. Sebagai insan dan bangsa yang menghargai peninggalan nenek moyangnya, upaya mempelajari, melestarikan, dan menumbuh kembangkan warisan leluhur itu Kita lakukan.
Naskah-naskah klasik sebagai salah satu jenis produk budaya pada masa lampau cukup penting keberadaannya. Penting sebab dalam naskah-naskah tersebut terkandung banyak hasil pemikiran pada cendikiawan penberlalu dan silam kita yang kini kita warisi. Karya-karya tersebut harus kita pelajari semoga hormat kita kepada nenek moyang kita bertambah sebab perkenalan kita dengan karya-karya mereka yang bermutu dan berkharisma. Beragamnya warisan sastra klasik bangsa kita oleh para pakar disebutnya dengan beberapa istilah. Akan tetapi, yang dimaksud tetap sama, mengacu kepada karya-karya tradisional dari daerah-daerah nusantara. Keragaman yang ditandai bahasa yang digunakan, beragama sebab budaya yang mereka kenalkan lewat karya-karyanya, bermacam-macam sebab pemikiran yang mereka lontarkan. Keseragaman pada satu hal, yakni hampir tiruana karya mereka tidak pernah dimilikinya sebagai karya sendiri. Jarang yang mencantumkan penulis dalam karya klasik. Penulis atau mungkin penyalin beropini bahwa karya itu milik bersama.
Keragaman karya klasik itu sanggup ditinjau dari banyak sekali segi yang umum, yakni (1) naskah- naskah yang memberikansi teks sejarah, (2) naskah-naskah keagamaan, (3) naskah-naskah sains, dan (4) naskah-naskah kesusastraan. Naskah yang sangat berharga itu awut-awutan tempatnya. Banyak yang belum dikenal masyarakat. Kekhawatiran atas kepunahan nasakah itu harus diwaspadai, harus ada yang mencoba melestarikannya, harus ada yang mengenalkannya dalam bahasa sekarang. Oleh sebab itu, salah satu studi keilmuan mengarahkan pandangannya ke sana, pada naskah-naskah, yaitu filologi. Filologi merupakan salah satu bentuk perjuangan insan menggali harta terpendam itu.
Ludang keringh khusus lagi, Filologi merupakan ilmu yang bidang kajiannya yakni meneliti naskah- naskah klasik peninggalan masa lalu. Kajian atau studi yang dilakukan dalam filoogi merupakan kajian kritis sebab di dalamnya ada proses memilah dan menentukan dengan tingkat kehati-hatian yang sangat tinggi. Segala sesuatu dilakukan untuk menerima naskah orisinil atau setidaknya mendekati keaslian. Dalam filologi, naskah yang demikian disebut naskah yang autoritatif.
Penelitian naskah dalam filologi tidak hanya meneliti bentuk fisik naskah tetapi juga hingga kandungan terdalam yang ada di dalamnya. Ada upaya untuk merekonstruksiatau mengdatang kan kembali ide-ide, contoh pikir, atau rumusan-rumusan hikmah kehidupan yang telah dicapai para penberlalu dan silam kita.
Dengan demikian filologi merupakan ilmu yang menghubungkan kita dangan landasan kokoh masa kemudian semoga paling manis meningkatkan kualitas kita (sebagai bangsa yang mempunyai sejarah yang demikian panjang) di masa kini dan masa yang akan datang.

B. Tujuan Filologi
Secara umum, filologi bertujuan mengungkapkan hasil pemikiran, pengalaman, dan budaya yang hidup pada masa lalu. Dengan cara menyerupai itu muncul juga manfaatnya, yakni terkodifikasinya penilaian-penilaian budaya klasik, melestarikan budaya yang terkandung dalam naskah itu dan memperkenalkannya kepada masyarkat.
Tujuan-tujuan khusus yang menjadi ciri khas flologi sebagai memberikankut:
1. mengungkapkan citra naskah dari segi fisik dan isinya;
2. mengemukakan persamaan dan perbedaan antarnaskah yang berbeda;
3. menjelaskan pertalian antarnaskah.
4. menguraikan fungsi isi, dongeng dan fungsi teksnya.
5. Menyajikan suntingan teks yang mendekati teks asli, autoritatif, kebersihan dari kesalahan untuk keperluan penelitian dalam banyak sekali bidang ilmu (sastra, bahasa, filsafat).
6. Menyajikan terjemahan hasil suntingan teks dan goresan pena dan bahasa yang memperringan dan sepele dipahami masyarakat luas (misalnya dalam goresan pena dan bahasa Indonesia).

Kebudayaan Yunani usang mempunyai efek cukup besar bagi masyarakat Barat pada umumnya. Peranan penilaian-penilaian kebudayaan Yunani usang terlihat dari banyak sekali aspek kehidupan. Mitologi Yunani sering dirasa pas untuk mengungkapkan pikiran. Bahkan para ilmuwan sering memakai istilah yang berasal dari legenda Yunani kuna.
Menyajikan ilmu Yunani kuna sangat penting, mengingat kebudayaan Yunani kuna hingga ketika ini tetap dianggap sebagai sumber bagi segala ilmu pengetahuan. Usaha untuk mengungkapkan kebudayaan Yunani kuna ini dilakukan oleh ilmu filologi yang juga berasal dari kebudayaan Yunani kuna.

C. Filologi di Eropa Daratan
Ilmu filologi diketahui berasal dari daerah kerajaan Yunani, tepatnya di kota Iskandariyah. Pada era ke-3 s.M, bangsa ini berhasil membaca naskah-naskah Yunani usang yang berasal dari era ke-8 s.M. dalam aksara yang berasal dari aksara bangsa Funisia, dan kemudian dikenal sebagai aksara Yunani. Huruf-huruf ini ditulis pada satu sisi materi yang terbuat dari daun papirus. Bentuknya berupa gulungan, sehingga tidak memperringan dan sepele untuk menyimpannya sebab memerlukan tempat yang luas, dan setelah dibaca harus digulung kembali semoga pecahan awal naskah selalu berada di depan. Isinya yakni rekaman tradisi verbal mereka pada abad-abad sebelumnya. Bahan yang diteliti antara lain karya sastra Homerus, dan ilmu pengetahuan yang hingga ketika ini tetap mempunyai evaluasi agung menyerupai goresan pena Socrates dan Aristoteles.
Pada era ke-3 S.M, kota Iskandariyah merupakan sentra ilmu pengetahuan. Banyak naskah dengan banyak sekali disiplin ilmu ditelaah. Naskah-naskah tersebut dikenali huruf-hurufnya, bahasanya, dan dipahami isinya. Kemudian naskah tersebut ditulis kembali dengan aksara dan bahasa yang dipakai pada ketika pengerjaan itu. Para penggarap naskah ini kemudian dikenal sebagai sangat menguasai filologi. Dan metode yang mereka gunakan kemudian disebut ilmu filologi.
Penggarapan naskah tidak hanya dilakukan demi ilmu pengetahuan. Naskah-naskah juga disalin untuk kemudian diperdagangkan. Semakin banyak perjuangan penyalinan naskah, namun semakin besar pula kemungkinan terjadinya kerusakan pada bacaan, sebab proses penyalinan yang tidak sesuai, atau pun sebab kemampuan penyalin yang terbatas. Kegiatan filologi Iskandariyah makin ramai hingga jatuhnya kota ini ke tangan bangsa Romawi pada era ke-1 s.M. Selanjutnya, aktivitas filologi berpusat di kota Roma. Bahan telaah utamanya tetap naskah Yunani kuna. Pada era kesatu, perkembangannya berupa pembuatan resensi naskah-naskah tertentu. Kegiatan ini terus berkembang hingga pada era ke-4 kerajaan Romawi terpecah menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur. Peristiwa ini menghipnotis perkembangan filologi selanjutnya.

D. Filologi di Romawi Barat dan Romawi Timur
Di daerah Romawi Barat, aktivitas filologi mengikuti aktivitas filologi Yunani era ke-3 S.M. Penggarapan naskah dalam bahasa Latin yang sudah digarap secara filologis semenjak era ke-3 S.m. Bentuk naskah latin itu berupa puisi dan prosa yang banyak mewarnai dunia pendidikan di Eropa pada abad-abad selanjutnya. Tradisi ini dikembangkan di kerajaan Romawi Barat, dan bahasa Latin menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Sejak terjadi Kristenisasi di Eropa, aktivitas filologi dipakai untuk kepentingan agama, dan naskah-naskah Yunani kuna ditinggalkan sebab dianggap jahiliah. Sejak era ke-4, mulai digunakan codex (bentuk buku) memakai materi kulit hewan yang ludang keringh infinit dari pada papirus, dan ludang keringh memperringan dan sepele dibaca dikarenakan telah ditidak ada yang kurangi dengan nomor halaman.
Pada waktu telaah teks Yunani di Romawi Barat tampak mengundurkan diri , tampak mulai bermunculan pusat-pusat teks Yunani di Romawi Timur. Masing-masing kota menjadi sentra studi dalam bidang tertentu yang selanjutnya menjelma akademi tinggi dan menghasilkan tenaga sangat menguasai dalam bidang masing-masing. Pada masa ini, mulai muncul kudang keringasaan menulis tafsir di tepi sebuah naskah, yang disebut scholia. Meskipun begitu, Romawi Timur dianggap kurang sangat menguasai dalam menelaah teks-teks Yunani lama. Hal ini melatar belakangi diadakannya kuliah filologi di banyak sekali akademi tinggi.

E. Filologi di Zaman Renaisans
Menyebarnya era Renaisans di Eropa pada era ke-13 hingga ke-16 menimbulkan munculnya kecenderungan pada pemikiran humanisme. Kata asal uhumanisme” dari “uhumaniora” (kata Yunani) atau “uamunista” (kata Latin), yang tiruanla berarti guru yang mengelola tata bahasa, retorika, puisi, dan filsafat. Karena materi yang diharapkan berasal dari teks klasik, terjadi pergeseran arti menjadi pemikiran yang mempelajari sastra klasik untuk menggali kandungan isinya. Maka, aktivitas telaah teks usang timbul kembali. Knorma dan sopan santun kekuasaan Romawi Timur (Bizantium) jatuh ke tangan bangsa Turki pada era ke-15, sangat menguasai filologi berpindah ke Eropa Selatan, terutama Roma. Di sana mereka menjadi pengajar, penyalin naskah, atau penerjemah teks Yunani dalam bahasa Latin. Penemuan mesin cetak oleh Gutenberg pada era ke-15 juga menghipnotis perkembangan filologi. Kememperringan dan sepelean menyalin naskah dan kebutuhan naskah yang semakin meningkat dari akademi tinggi meningkatkan perkembangan filologi. Filologi juga dipakai untuk kepentingan telaah ilmu agama. Dalam perkembangannya, filologi sempat dipakai untuk mengkaji naskah nonklasik. Hasilnya, pengertian filologi menjadi kabur dengan ilmu bahasa. Mulai era ke-19 ilmu bahasa itu bangun sendiri, menjadi Linguistik, dan Filologi menerima pengertian aslinya kembali.

F. Filologi di Kawasan Timur Tengah
Bangsa Yunani usang telah semenjak usang menanamkan kebudayaannya hingga di daerah Timur Tengah. Ide filsafati dan ilmu eksakta daerah Timur Tengah terutama didapat dari bangsa Yunani lama. Perguruan tinggi sebagai sentra banyak sekali ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani. Dalam perkembangan sejarahnya, puncak perkembangan ilmu pengetahuan Yunani di daerah Timur Tengah yaitu pada zaman dinasti Abasiyah. Pada masa kepemimpinan Makmun (809-833) perkembangan itu mencapai puncaknya. Diistananya terkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain yang mempelajari banyak sekali disiplin ilmu dan dimemberikan kemudahan yang baik.
Dikenal ada tiga penerjemah hhebat dan luar biasa pada ketika itu. Salah satunya yakni Hunain yang melaksanakan banyak hal dengan mendata naskah-naskah yang diterjemahkan maupun yang belum diterjemahkan, dan tempat penyimpanannya secara tidak ada yang kurang. Ia juga melaksanakan kritik teks yang tajam dengan jangkauan naskah sebanyak mungkin. Berkatnya dapat diketahui metode filologi yang dipakai pada ketika itu. Kegiatan filologi juga diterapkan pada naskah-naskah yang dihasilkan penulis dari daerah itu.
Timur Tengah dikenal mempunyai dokumen usang memberikansi penilaian-penilaian agung. Sebelum kedatangan Islam, Timur Tengah telah mempunyai karya sastra yang mengagumkan. Setelah kedatangan Islam pun karya sastra menyeramkan Islam berkembang maju. Kedatangan bangsa Barat di daerah ini menimbulkan karya sastra mereka dikenal dunia Barat. Meluasnya kekuasaan dinasti Umayah ke Spanyol dan Andalusia membawa ilmu pengetahuan Yunani yang telah diserap bangsa Arab kembali ke Eropa dengan baju Islam. Hingga Bahasa Arab dipelajari sebagai alat untuk mempelajari naskah-naskah yang ditulis dalam bahasa tersebut. Terdapat sentra studi ketimuran di banyak sekali tempat di Eropa yang menghasilkan sangat menguasai- sangat menguasai dalam mengkaji naskah-naskah Timur Tengah.

G.Filologi di Kawasan Asia India
Sejak beberapa era sebelum Masehi, bangsa Asia telah mempunyai peradaban yang tinggi. Sejak mengenal huruf, sebagian besar kebudayaan mereka ditulis dalam bentuk naskah yang memberibanyak informasi mengenai kehidupan mereka di masa lampau. Di antara bangsa Asia yang dipandang mempunyai dokumen masa lampau yakni India. Penelitian terhadap India memperlihatkan adanya kontak secara pribadi dengan Yunani pada zaman Raja Iskandar Zulkarnain yang melaksanakan perjalanan hingga India pada era ke-3. Terlihat adanya perpaduan dengan kebudayaan Yunani pada bentuk patung dan penilaian-penilaian ilmunya. Sejak era ke-1 mulai terjadi kontak pribadi bangsa India dengan Cina.
Sekelompok pendeta Buddha mengadakan perjalanan dakwah ke Cina, dan setelah itu musafir Cina berziarah ke tempat-tempat suci agama Buddha di India. Dalam perjalanan itu, mereka sempat menerjemahkan naskah-naskah India ke dalam bahasa Cina. Bahkan ada ringkasan delapan pecahan ilmu kedokteran India dalam bahasa Cina. Kontak antara bangsa India dengan Timur Tengah mungkin terjadi semenjak awal sebelum bertemu dengan bangsa lain. Kemungkinan ini sangat berpengaruh mengingat letak geografis kedua kebudayaan besar ini berdekatan tanpa terbatas kondisi alam tertentu. Sayangnya belum didapati keterangan yang memadai dari sedikit dokumen yang memperlihatkan kontak antara keduanya. Hanya terdapat terjemahan naskah India ke dalam bahasa Persi dan catatan musafir Arab-Persi mengenai beberapa aspek kebudayaan India dalam kunjungannya ke tempat tersebut. Naskah India yang dipandang paling renta berupa kesusastraan Weda, ialah kitab suci agama Hindu yang disusun mungkin pada era ke-6 s.M. Setelah periode Weda disusunlah naskah- naskah kitab suci lain. Selain naskah dengan evaluasi agama dan filsafat, ada juga naskah usang India yang memberikansi wiracarita contohnya Mahabarata dan Ramayana serta karya yang memberikansi ilmu pengetahuan menyerupai ilmu kedokteran, tata bahasa, hukum, dan politik. Telaah Filologi terhadap naskah-naskah India gres dilakukan setelah adanya kontak dengan bangsa Barat, yaitu setelah ditemukannya jalan maritim ke India. Proses mengenal kubudayaan India bertahap, mulai dari bahasa daerah, bahasa Sansekerta, gres kemudian ditemukan kitab Weda. Sejak itu lah aktivitas filologi terhadap naskah India semakin berkembang dan membuahkan hasil yang sangat berarti menyerupai banyak sekali kamus dan tata bahasa Sansekerta.
H. Filologi di Kawasan Nusantara
Nusantara yakni daerah yang termasuk Asia Tenggara. Seperti daerah Asia pada umumnya, Nusantara telah mempunyai peradaban tinggi dan diwariskan pada generasi selanjutnya melalui banyak sekali media, salah satunya goresan pena berupa naskah. Kawasan Nusantara terbagi dalam banyak sekali etnis dengan ciri khas masing-masing tanpa meninggalkan sifat khas kebudayaan Nusantara. Keinginan untuk mengkaji naskah-naskah Nusantara tiba setelah ketangan bangsa Barat. Yang pertama menyadari evaluasi berharga naskah Nusantara yakni pedagang yang ingin menerima untung dari penjualan naskah tersebut. Datangnya bangsa Barat dan ditulisnya buku perihal kebudayaan Nusantara oleh Frederik de Houtman menimbulkan minat besar bangsa Barat pada Nusantara.
Dan walaupun terdapat bermacam-macam suku dengan bahasa yang berbeda-beda namun untuk mendekati bangsa ini langkah pertama yang diharapkan adalahkemampuan bahasa Melayu. Karena kemampuan berbahasa Melayu akan membuka komunikasi dengan pribumi dan bangsa lain yang juga mengunjungi daerah ini. Selanjutnya pengamatan terhadap bahasa melalui pembacaan naskah dilanjutkan oleh para penginjil yang dikirim dalam jumlah besar oleh VOC. Bahasa Nusantara dipelajari untuk kepentingan kiprah penginjil. Hasilnya yakni penelitian dan catatan rapi mengenai kebudayaan bahkan hingga suku yang belum mengenal tulisan.
Karena keterbatasan tenaga, awalnya aktivitas filologi hanya hingga pada tahap menyunting. Yaitu menyajikan naskah pada bentuk aslinya dimasukkan keterangan penberlalu dan silaman. Pada tahapan selanjutnya, naskah disunting dalam bentuk transliterasi dalam aksara latin. Perkembangan selanjutnya yakni suntungan naskah disertai terjemahannya dalam bahasa asing. Pada era ke- 20 muncul suntingan yang ludang keringh mantap dengan kritik teks disertai terjemahan dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Jerman. Juga muncul terbitan ulang dari naskah yang sudah pernah disunting dengan maksud untuk menyempurnakan. Pada ketika itu juga banyak terbit naskah- naskah keagamaan baik Melayu maupun Jawa, sehingga sanggup dikaji oleh sangat menguasai teologi serta selanjutnya menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut. Selanjutnya banyak diterbitkan suntingan-suntingan naskah dengan pembahasan isi ditinjau dari banyak sekali disiplin.
Pada periode mutakhir mulai dirintis telaah naskah-naskah Nusantara dengan analisis menurut ilmu sastra barat. Banyak terdapat analisis struktural, fungsi, dan amanat pada naskah-naskah tersebut. Besarnya minat dan kesempatan pada masa-masa selanjutnya mendorong terbitnya kamus bahasa-bahasa Nusantara. Kajian terhadap naskahnya juga membuka kebudayaan Nusantara dan mengangkat penilaian-penilaian luhur yang tersimpan di dalamnya. Sedangkan dari Indonesia sendiri, tokoh pribumi yang diakui sebagai sangat menguasai filologi yakni Husein Djayadiningrat dengan penelitian mengenai sejarah Banten.
Sedangkan setelah perang dunia kedua hanya terdapat sedikit sangat menguasai filologi dengan sedikit karya yang dihasilkan. Selanjutnya setelah perginya nama-nama besar R.M.Ng. Poerbatjaraka dan Prof. R. Prijana sangat menguasai filologi sangat tidak ringan dan sepele ditemukan. Usaha mencari karya filologi dari bangsa sendiri bisa dibilang sia-sia. Belum sanggup ditemukan derma yang berarti dalam bidang filologi dari dua universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. Sehingga derma filologi dalam perkembangan kebudayaan nasional pun hampir tak ada. Nusantara seharusnya bersyukur atas peninggalan tertulis dari generasi sebelumnya.

Untuk itu diharapkan kajian filologi yang memadai sehingga sanggup dipakai untuk mengetahui kebudayaan dan sejarah kehidupan sebelumnya. Sebenarnya kajian filologi akan sangat berkhasiat juga sebab sanggup dipakai dalam bidang ilmu lain. Sayangnya kajian filologi ketika ini belum terlihat hasil yang berarti. Bila saja ilmu filologi ditidak ada yang kurangi dengan ilmu sosial lainnya menyerupai arkeologi maupun antropologi, tentu akan didapati hasil yang ludang keringh baik.
Advertisement

Iklan Sidebar