'/> Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia

Info Populer 2022

Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia

Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia
Perspektif Analogi Dan Anomali Kata Serapan Dalam Bahasa Indonesia

Analogi yakni keteraturan bahasa dan anomali yakni penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Di dalam pecahan III ini akan dilihat perspektif analogi dan anomali di dalam kata-kata serapan bahasa Indonesia. Di depan telah dikemukakan bahwa kata serapan yakni merupakan pecahan perkembangan bahasa Indonesia, sebagaimana telah kita pahami bahwa dimana ada perkembangan niscaya selalu disertai dengan issu analogi dan anomali. 


A. PERSPEKTIF ANALOGI

Analogi yakni keteraturan bahasa, suatu satuan bahasa sanggup dikatakan analogis apabila satuan tersebut sesuai atau tidak menyimpang dengan konvensi-konvensi yang telah berlaku. 



Pembicaraan mengenai kata serapan apabila bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi tentu dilakukan dengan memperbandingkan antara bahasa pemdiberi efek dengan bahasa peserta pengaruh. Untuk membicarakan kata serapan ke dalam bahasa Indonesia tentu dilakukan dengan memperbandingkan kata-kata sebelum masuk ke dalam bahasa Indonesia dan sehabis masuk ke dalam bahasa Indonesia. 



Akan tetapi dalam pembicaraan kata serapan yang dikaitkan dengan analogi bahasa justru dilakukan dengan memperbandingkan unsur-unsur intern bahasa peserta efek itu sendiri. Artinya suatu kata serapan perlu dilihat aslinya hanya sekedar untuk mengetahui bahwa kata tersebut benar-benar kata serapan, tanpa harus mengetahui bagaimana proses perubahan atau adaptasi yang terjadi, yang ludang keringh proporsional perlu dilihat yakni bagaimana keadaan sehabis masuk ke dalam bahasa Indonesia, kemudian diperbandingkan dengan konvensi-konvensi yang lazim yang berlaku kini ini. Karena analogi berbicara mengenai keteraturan bahasa yang berkaitan dengan konvensi bahasa, tentu saja disini ludang keringh banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa, sanggup dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur bahasa.



1.1 Analogi Dalam Sistem Fonologi 
Banyak sekali kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia yang tenyata telah sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia baik melalui proses adaptasi atau tanpa melalui proses penyesuaian. Di antara kata-kata tersebut contohnya : 
Aksi - action (Inggris) 
Dansa - dance (Inggris) 
Derajat - darrajat (Arab) 
Ekologi - ecology (Inggris) 
Fajar - fajr (Arab) 
Galaksi - galaxy (Inggris) 
Hikmah - hikmat (Arab) 
Insan - manusia (Arab)



Fonem-fonem /a/, /b/, /d/, /e/, /f/, /g/, /h/, /i/, /k/, /l/, /m/, /n/, /0/, /r/, /s/, dan /t/ yang digunakan dalam kata-kata sebagaimana tersebut di atas yakni fonem-fonem yang sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia, dengan demikian termasuk pada kriteria yang analogis, artinya yang sesuai dengan fonem yang lazim dalam bahasa Indonesia. Tentu contoh-contoh tersebut masih merupakan sebagian fonem dalam bahasa Indonesia selain fonem-fonem tersebut tentu juga masih ada fonem-fonem yang lain yang lazim dalam sistem fonologi dalam bahasa Indonesia yaitu : /c/, /j/, /p/, /q/, /v/, /w/, /x/, /y/, /z/, /kh/, /sy/, /u/ dan /a/.



Apabila dikaitkan dengan kenyataan historis ternyata ada kenyataan yang menarik untuk dicermati yaitu misal fonem /kh/ dan /sy/ kedua fonem ini diakui sebagai fonem lazim dalam sistem fonologi bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:15). Namun apabila diselidiki ludang keringh teliti secara historis, ternyata kedua fonem ini bukan fonem orisinil Indonesia, ini sanggup dibuktikan bahwa tiruana kata-kata yang memakai fonem /kh/ dan /sy/ masih sanggup dilacak aslinya berasal dari bahasa Arab.



Kalau kedua fonem /kh/ dan /sy/ ini bukan orisinil Indonesia tentu saja pada awal munculnya dalam bahasa Indonesia sanggup dianggap sebagai tanda-tanda penyimpangan atau tanda-tanda yang anomalis, tetapi sehabis demikian usang berlangsung serta dengan frekuensi kemunculan yang cukup tinggi, lama-kelamaan akan dianggap sebagai tanda-tanda yang wajar, tidak lagi dianggap tanda-tanda penyimpangan dengan demikian sanggup dikatakan sebagi tanda-tanda yang analogis. 



Dari kenyataan historis ini menunjukkan bahwa ada suatu bencana perubahan-perubahan dimana suatu tanda-tanda bahasa yang pada awalnya kemungkinan dianggap anomalis, sehabis berlangsung terus menerus dengan frekuensi yang tinggi maka hal yang dianggap anomalis tersebut sanggup berubah kondisinya sehingga dianggap analogis. Fonem-fonem yang lain yang juga merupakan fonem serapan- serapan lain yakni : /f /, /q/, /v/, dan /x/. 



1.2 Analogi Dalam Sistem Ejaan 
Sistem ejaan yakni hal yang bekerjasama dengan pembakuan. tentu saja pembicaraan mengenai analogi bahasa disini disandarkan pada ejaan yang berlaku kini yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Mengenai hal ini ada pembicaraan yang khusus yaitu wacana penulisan unsur serapan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38).



Menurut taraf integrasinya unsur pemberian ke dalam bahasa lndonesia sanggup dibagi ke dalam dua golongan besar. Pertama unsur pemberian yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia .seperti kata : reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur menyerupai ini digunakan dalam konteks bahasa Indonesia tetapi penulisan dan pengucapannya masih :mengikuti cara asing. Kedua unsur pemberian yang pengucapan dan tulisannya telah diubahsuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38). 



Tentu saja yang termasuk kriteria analogi bahasa yakni kategori kedua yaitu unsur serapan yang telah diubahsuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia baik dalam pengucapan maupun dalam penulisan. Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan telah tersusun kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan. Contohnya :
Kaustik - caustic 
Sentral - central 
Akomodasi - accomodation 
tekanan bunyi – accent
kolera – cholera
akibat – effect



Contoh-contoh di atas hanya merupakan sebagian kecil dari rujukan yang telah dikemukakan dalam aliran tersebut, dan untuk sekomplitnya sanggup dilihat pribadi dari aliran yang telah ada yang ternyata aturan-aturannya tidak cukup praktis dihafal, alasannya mencakup seperangkat hukum berjumlah 56 point. 



B. PERSPEKTIF ANOMALI

Anomali yakni penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Suatu satuan sanggup dikatakan anomalis apabila satuan tersebut tidak sesuai atau menyimpang dengan konvensi-konvensi yang berlaku. 
Metode yang digunakan untuk memilih anomali bahasa pada kata-kata serapan dalam bahasa Indonesia disini yakni sama dengan metode yang digunakan untuk menetapkan analogi bahasa yaitu dengan memperbandingkan unsur intern dari bahasa peserta pengaruh, suatu kata yang tampak sebagai kata serapan dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Apabila kata tersebut ternyata tidak mengatakan kesesuaian dengan kaidah yang berlaku berarti kata tersebut masuk kata yang anomalis. Sama menyerupai pada kata yang analogis, kata-kata yang anomalis juga sanggup dalam bentuk fonologi, ejaan maupun struktur. 



2.1 Anomali Dalam Sistem Fonologi 
Kata-kata abnormal yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa mengalami perubahan penulisan mempunyai kemungkinan untuk dibaca bagaimana aslinya, sehingga menjadikan timbulnya anomali dalam Fonologi. 



Contoh-contoh anomali dalam fonologi antara lain yakni : 
Export asalanya export Expose asalanya expose 
Exodus asalanya exodus 



2.2 Anomali Dalam Sistem Ejaan
Semua kata-kata yang abnormal yang masih diserap secara utuh tanpa melalui adaptasi dengan kaidah di dalam penulisan, pada umumnya merupakan kata-kata yang anomalis di dalam bahasa Indonesia. 
Contoh kata-kata tersebut antara lain yakni :
Bank - bank (Inggris) 
Intern - intern (Inggris) 
Modem - modem (Inggris) 
qur'an - qur'an (Arab) 
jum'at - jum'at (Arab) 
fardhu - fardhu (Arab)



Kata-kata menyerupai tersebut di atas temasuk anomali bahasa alasannya tidak sesuai dengan kaidah di dalam bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak sesuai disini yakni : , , <'> dan . Ejaan-ejaan ini tidak sesuai dengan ejaan dalam bahasa Indonesia. 



Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata abnormal yang diserap kedalam bahasa Indonesia dan ditulis sebagaimana aslinya, akan tetapi untuk muncul sebagai tanda-tanda anomalis alasannya secara kebetulan kata-kata tersebut tidak rnenyimpang dengan kaidah dalam bahasa Indonesia. 
Contoh kata-kata ini antara lain yakni : 
Indonesia aslinya 
era - kurun (Inggris) 
label - label (Inggris) 
formal - formal (Inggris) 
edit - edit (Inggris)



2.3 Anomali Dalam Struktur 
Karena pembicaraan kita yakni wacana kata maka yang dimaksud disini yakni juga struktur wacana kata. Kata adakalanya terdiri dari satu morfem, tetapi adakalanya tersusun dari dua morfem atau ludang keringh. 



Kata-kata abnormal yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yakni kata-kata sebagai satu satuan utuh baik terdiri dari satu morfem, dua morfem atau ludang keringh. 
Misalnya : 
Indonesia aslinya 
federalisme - federalism (Inggris) 
bilingual - bilingual (Inggris) 
dedikasi - dedication (Inggris) 
edukasi - education (Inggris) 
eksploitasi - exploitation (Inggris) 



Kata-kata menyerupai tersebut dalam contoh, proses penyerapannya dilakukan secara utuh sebagaii satu satuan. Makara kata "Federalisme" tidak diserap secara terpisah yaitu "Federal" dan "isme". Kata "bilingual" tidak diserap "bi", "lingua" dan "aI". Kata pengabdian tidak diserap dari "dedicate" dan "tion" demikian seterusnya kata "edukasi" tidak diserap dari "educate" dan "tion". 



Kata serapan dari bahasa Inggris yang aslinya berakhir dengan "tion” yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan mengalami adaptasi sehingga bermetamorfosis "si" diakhir kata berlangsung dengan frekwensi sangat tinggi. kenyataan ini melahirkan duduk kasus kebahasaan yaitu munculnya akhiran sasi yang menempel pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Inggris sehingga timbul kata-kata menyerupai : 
Islamisasi - islam + sasi 
kristenisasi - kristen + sasi 
neonisasi - neon + sasi 
polarisasi - pola + sasi 
jawanisasi - jawa + sasi 



Proses pembentukan menyerupai ini dalam linguistik lazim disebut “anologi" (bedakan istilah analogi dalam linguistik dengan istilah dalam filsafat bahasa). Penggunaan istilah anologis ini memang masuk akal alasannya maksudnya yakni memakai bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. artinya penggunaan struktur neonisasi didasar kata pada kata: mekanisasi dan sejenisnya yang telah ada. 



Akan tetapi apabila kita bandingkan dengan kaidah gramatikal khususnya yang berkaitan dengan struktur morfologi kata, sebenanya akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal ini termasuk tanda-tanda anomali bahasa. Namun duduk kasus selanjutnya yakni tinggal duduk kasus pengukuhan dari para pakar yang mempunyai legalitas di dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini dianggap resmi atau tidak di dalam bahasa Indonesia, jikalau dianggap tidak resmi berarti akhiran (sasi) ini benar murupakan tanda-tanda anomali. Tetapi jikalau akhiran (sasi) inii sudah sanggup diterima sebagai akhiran yang lazim dalam bahasa Indonesia maka Ada perubahan dari anomali menjadi anologi. 



Kasus menyerupai ini tidak hanya terjadi pada proses absorpsi dari bahasa Inggris, tetapi ternyata terjadi juga pada bahasa Arab, yaitu adanya akhiran (i), (wi), (ni). Pada awalnya akhiran ini memang menempel pribadi pada kosa kata bahasa Arab yang diserap secara utuh ke dalam bahasa ldonesia. Kata kata menyerupai : 
Indonesia aslinya 
insani - insani 
duniawi - dunyawi 
ruhani - ruhani 



Diserap secara utuh dari bahasa Arab, karenanya akhiran (i), (wi) dan (ni) ini digunakan di dalam bahasa Indonesia, dilekatkan pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Arab, menyerupai : 
aslinya 
gerejani - gereja + ni 
ragawi - raga + wi 



Kasus akhiran (ni) dan (wi) dalam bahasa Indonesia ini sama menyerupai masalah akhiran (sasi) hanya saja berbeda dari sudut frekwensinya yakni frekwensi akhiran (wi) dan (ni) ludang keringh jarang dibandingkan dengan akhiran (sasi). 


Advertisement

Iklan Sidebar